Aku Rindu dengan Zaman Itu
Aku rindu zaman ketika “halaqoh” adalah kebutuhan,
bukan sekedar sambilan apalagi hiburan
Aku rindu zaman ketika “membina” adalah kewajiban,
bukan pilihan apalagi beban dan paksaan
Aku rindu zaman ketika “dauroh” menjadi kebiasaan,
bukan sekedar pelengkap pengisi program yang dipaksakan
Aku rindu zaman ketika “tsiqoh” menjadi kekuatan,
bukan keraguan apalagi kecurigaan
Aku rindu zaman ketika “tarbiyah” adalah pengorbanan,
bukan tuntutan dan hujatan
Aku rindu zaman ketika “nasihat” menjadi kesenangan,
bukan su'udzon atau menjatuhkan
Aku rindu zaman ketika kita semua memberikan segalanya untuk da'wah ini
Aku rindu zaman ketika “nasyid ghuroba” menjadi lagu kebangsaan
Aku rindu zaman ketika hadir di “liqo” adalah kerinduan, dan terlambat
adalah kelalaian
Aku rindu zaman ketika malam gerimis pergi ke puncak mengisi dauroh
dengan ongkos ngepas dan peta tak jelas
Aku rindu zaman ketika seorang ikhwah benar-benar jalan kaki 2 jam di
malam buta sepulang tabligh da'wah di desa sebelah
Aku rindu zaman ketika akan pergi liqo selalu membawa uang infak, alat
tulis, buku catatan dan Qur'an terjemahan ditambah sedikit hafalan
Aku rindu zaman ketika seorang binaan menangis karena tak bisa hadir di liqo
Aku rindu zaman ketika tengah malam pintu depan diketok untuk mendapat
berita kumpul subuh harinya
Aku rindu zaman ketika seorang ikhwah berangkat liqo dengan ongkos jatah
belanja esok hari untuk keluarganya
Aku rindu zaman ketika seorang murobbi sakit dan harus dirawat, para
binaan patungan mengumpulkan dana apa adanya
Aku rindu zaman itu,
Aku rindu...
Ya ALLAH,
Jangan Kau buang kenikmatan berda'wah dari hati-hati kami
Jangan Kau jadikan hidup ini hanya berjalan di tempat yang sama.
(Ust. Rahmat Abdullah)
Selasa, 18 Oktober 2011
Langganan:
Postingan (Atom)
Selasa, 18 Oktober 2011
Rindu
Aku Rindu dengan Zaman Itu
Aku rindu zaman ketika “halaqoh” adalah kebutuhan,
bukan sekedar sambilan apalagi hiburan
Aku rindu zaman ketika “membina” adalah kewajiban,
bukan pilihan apalagi beban dan paksaan
Aku rindu zaman ketika “dauroh” menjadi kebiasaan,
bukan sekedar pelengkap pengisi program yang dipaksakan
Aku rindu zaman ketika “tsiqoh” menjadi kekuatan,
bukan keraguan apalagi kecurigaan
Aku rindu zaman ketika “tarbiyah” adalah pengorbanan,
bukan tuntutan dan hujatan
Aku rindu zaman ketika “nasihat” menjadi kesenangan,
bukan su'udzon atau menjatuhkan
Aku rindu zaman ketika kita semua memberikan segalanya untuk da'wah ini
Aku rindu zaman ketika “nasyid ghuroba” menjadi lagu kebangsaan
Aku rindu zaman ketika hadir di “liqo” adalah kerinduan, dan terlambat adalah kelalaian
Aku rindu zaman ketika malam gerimis pergi ke puncak mengisi dauroh dengan ongkos ngepas dan peta tak jelas
Aku rindu zaman ketika seorang ikhwah benar-benar jalan kaki 2 jam di malam buta sepulang tabligh da'wah di desa sebelah
Aku rindu zaman ketika akan pergi liqo selalu membawa uang infak, alat tulis, buku catatan dan Qur'an terjemahan ditambah sedikit hafalan
Aku rindu zaman ketika seorang binaan menangis karena tak bisa hadir di liqo
Aku rindu zaman ketika tengah malam pintu depan diketok untuk mendapat berita kumpul subuh harinya
Aku rindu zaman ketika seorang ikhwah berangkat liqo dengan ongkos jatah belanja esok hari untuk keluarganya
Aku rindu zaman ketika seorang murobbi sakit dan harus dirawat, para binaan patungan mengumpulkan dana apa adanya
Aku rindu zaman itu,
Aku rindu...
Ya ALLAH,
Jangan Kau buang kenikmatan berda'wah dari hati-hati kami
Jangan Kau jadikan hidup ini hanya berjalan di tempat yang sama.
(Ust. Rahmat Abdullah)
Aku rindu zaman ketika “halaqoh” adalah kebutuhan,
bukan sekedar sambilan apalagi hiburan
Aku rindu zaman ketika “membina” adalah kewajiban,
bukan pilihan apalagi beban dan paksaan
Aku rindu zaman ketika “dauroh” menjadi kebiasaan,
bukan sekedar pelengkap pengisi program yang dipaksakan
Aku rindu zaman ketika “tsiqoh” menjadi kekuatan,
bukan keraguan apalagi kecurigaan
Aku rindu zaman ketika “tarbiyah” adalah pengorbanan,
bukan tuntutan dan hujatan
Aku rindu zaman ketika “nasihat” menjadi kesenangan,
bukan su'udzon atau menjatuhkan
Aku rindu zaman ketika kita semua memberikan segalanya untuk da'wah ini
Aku rindu zaman ketika “nasyid ghuroba” menjadi lagu kebangsaan
Aku rindu zaman ketika hadir di “liqo” adalah kerinduan, dan terlambat adalah kelalaian
Aku rindu zaman ketika malam gerimis pergi ke puncak mengisi dauroh dengan ongkos ngepas dan peta tak jelas
Aku rindu zaman ketika seorang ikhwah benar-benar jalan kaki 2 jam di malam buta sepulang tabligh da'wah di desa sebelah
Aku rindu zaman ketika akan pergi liqo selalu membawa uang infak, alat tulis, buku catatan dan Qur'an terjemahan ditambah sedikit hafalan
Aku rindu zaman ketika seorang binaan menangis karena tak bisa hadir di liqo
Aku rindu zaman ketika tengah malam pintu depan diketok untuk mendapat berita kumpul subuh harinya
Aku rindu zaman ketika seorang ikhwah berangkat liqo dengan ongkos jatah belanja esok hari untuk keluarganya
Aku rindu zaman ketika seorang murobbi sakit dan harus dirawat, para binaan patungan mengumpulkan dana apa adanya
Aku rindu zaman itu,
Aku rindu...
Ya ALLAH,
Jangan Kau buang kenikmatan berda'wah dari hati-hati kami
Jangan Kau jadikan hidup ini hanya berjalan di tempat yang sama.
(Ust. Rahmat Abdullah)
Langganan:
Postingan (Atom)